Rabu, 01 Juli 2015

Pengendalian Hayati Mikroorganisme

Strategi pengendalian hama

Pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme terbukti efektif, efisien, aman, dan murah. Sebagai pestisida alami, penggunaan mikroorganisme cenderung tidak menyebabkan polusi seperti pestisida kimia dan aman dalam hasil produk yang sering dikhawatirkan dalam penggunaan pestisida kimia. Kini mikroorganisme pestisida sendiri sudah mulai diperjualkan secara komersial untuk kebutuhan pertanian dan semacamnya. Terdapat 3 jenis strategi untuk melakukan pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme yaitu secara Aplikasi Reguler, Pelepasan terbatas (Limited release), dan manipulasi patogen enzootic.

1. Aplikasi Reguler
Pada aplikasi reguler beberapa patogen yg berguna terkadang memiliki kemampuan rendah dalam penyebaran dan hdup di lingkungan sehingga dilakukan aplikasi secara rutin dengan demikian agensia pengendali hayati harus sangat virulen, mudah diproduksi massal. Contoh bakteri yang menggunakan aplikasi reguler adalah Bacillus thuringiensis (sumber)

2. Limited Release 
Pada aplikasi ini dilakukan aplikasi yang dilakukan secara terbatas, strategi ini diterapkan agar populasi mereka di lingkungan stabil (hutan, padang rumput). Keberhasilan strategi limited release tergantung pada efektivitas transmisi patogen dari generasi ke generasi, persistensi yg baik dari patogen di lingkungan, dan kapasitas penyebarannya. Untuk mikroba pembentuk spora memungkinkan mereka untuk bertahan tanpa inang. Contohnya adalah virus pengendali serangga hama pinus di Kanada yang sukses mengendalikan hama. (Sumber)

3. Manipulasi Patogen Enzootic
Pada keadaan tertentu, pengendalian mikrobial suatu hama dapat dicapai dengan cara mendorong tumbuhnya patogen alami yaitu dengan cara membentuk habitat patogen alami dan semacamnya. Contohnya adalah manipulasi teknik kultivasi pasture (padang rumput) di New Zealand (Sumber), dan Penggunaan lahan secara berulang untuk penanaman tanaman kacang-kacangan adakalanya menghambat pertumbuhan Nematoda (diduga karena adanya peningkatan populasi alami dari fungi parasit nematod) (Sumber)

Dari ketiga strategi tersebut, untuk mengetahui strategi mana yang paling efektif perlu dipahami : cara kerja, pathogenitas dan populasi biologi dari interaksi patogen dan hama.

Tabel 1. Contoh perbandingan dari agen mikroba umum yang digunakan untuk mengontrol serangga dan tungau hama.

Bakteri sebagai pengendalian Hama.
Strain2 Bacillus spp. merupakan mikroba patogen komersial pertama. B. thuringiensis (B.t.) pertama ditemukan menginfeksi larva ngengat di Jerman (1911). Selanjutnya ditemukan berbagai strain B.t yang diisolasi dari berbagai Lepidopteran. B.t menghasilkan toksin dimana saat sporulasi menghasilkan baik spora maupun kristal protein besar (bentuknya bipiramid). Kristal tersebut adalah ∂-endotoksin (sebagian besar tersusun atas polipeptida).

Proses bagaimana Bacillus thuringiensis mampu menjadi pestisda yaitu ketika larva diberi campuran spora dan kristal, kristal akan larut dalam cairan usus serangga yg basa, kemudian didegradasi oleh protease, melepaskan polipeptida toksik. Toksin berinteraksi dengan glikoprotein dalam membran plasma dari sel-sel usus, menghancurkan regulasi pertukaran ion. Akibatnya bagi larva adalah epithelium usus mengalami lisis, otot2 usus dan bagian mulut mengalami paralisis. Kematian dapat terjadi setelah 30 menit sampai dengan 3 hari setelah pemberian bakteri.

Contoh Agensia lain yaitu Agensia bakteri lain :
Bacillus sphaericus (patogen larva nyamuk Anopheles & Culex), toksin berasosiasi dengan inklusi protein dan spora.
Bacillus popilliae, membunuh serangga melalui infeksi (bukan toksin). Hanya dpt dikultur secara in vivo.
Pasteuria penetrans, merupakan parasit obligat nematoda parasit tanaman. Spora dapat bertahan lama di lingkungan.

Tabel 2. Calon bakteri untuk pengendali hama.

Fungi sebagai agensia pengendali hama